Awalnya
saya sempat ragu ingin pergi jauh dari rumah, saya adalah seorang anak
laki-laki yang bisa dibilang sangat manja, apapun yang saya inginkan bisa saya
dapatkan dengan mudah. Karena memang saya berasal dari keluarga yang mampu.
Saya
tidak pernah sekalipun memikirkan ini dan itu mendapatkan dengan susah, semua
saya daptkan dengan mudah, ingin barang ini tinggal beli, ingin makan itu
tinggal minta, ya sangat mudah. Tidak pernah sekalipun saya berpikir darimana
uangnya akan didapatkan yang penting keinginan saya akan sesuatu itu selalu
tercapai.
Ya
mungkin ini juga suatu pelampiasan bagi orang tua saya kepada dirinya dan juga
anak-anaknya, dulu mereka hidup dengan perjuangan dan kerja keras, mereka
berdua tidak ingin anaknya menjadi seperti mereka. Kami selalu mendapatkan apa
yang kami inginkan terutama adik kami yang paling bungsu. Bahkan untuk kuliah
pun kami masih selalu tergantung kepada kedua orang tua.
Dampaknya
ya seperti sekarang ini, kami menjadi sangat manja. Kami tidak bisa
mengusahakan sesuatu tampa kedua orang tua. Kami hanya bisa mengusahakan
sesuatu yang kecil-kecil saja untuk kebutuhan kami, ya seperti makan dan minum
atau hanya sekedar jajan-jajan. Bahkan saya pribadi sangat merasa malu karena
tidak ada upaya apapun untuk bisa hidup mandiri sampai hari ini.
Di
usia 25 tahun adalah puncaknya saya mengalami depresi yang berat, banyak
keputusan penting yang harus saya ambil di usia ini, pertama terkait kuliah
saya yang sudah berjalan 14 semester yang harus segera ditamatkan, tentang
jodoh, tentang harta, dan lain-lain yang buat saya pusing kepala setiap hari.
Dan
hari itu setelah depresi panjang, saya memutuskan untuk pergi jauh dari rumah,
meninggalkan banyak hal, orang tua, rumah, kamar saya, kedua saudara perempuan
saya, teman-teman saya, kucing kesayangan dan semua hal penting lainnya yang
sudah saya capai disana.
Saya
pergi tampa rencana, saya pergi tampa target, saya hanya pergi untuk
menenangkan diri, ketempat yang sangat jauh dari rumah. Kalau jalan kaki
mungkin bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan. Sehingga saya pergi dengan
membawa banyak bekal tidak berguna, bahkan kebingungan sayapun juga saya bawa
bersama saya disini.
Diperjalanan
ada rasa sangat ingin kembali pulang, ingin mengucapkan maaf, ingin kembali
bersenda gurai lagi, selama dua hari dua malam diperjalan saya banyak berpikir
dan merenung, apakah ini jalan yang benar yang akan saya ambil hari ini. Bekal
yang saya bawa tidak ada yang berguna satupu kecuali sebuah Al-qur’an tampa
terjemahan.
Komentar
Posting Komentar